(diajukan untuk tugas softskill B.Indonesia dengan pola tulisan deduktif)
Sungguh tidak bisa
dihindari oleh Indonesia, sebagai negara yang besar tentunya memiliki banyak
permasalahan yang harus dihadapi. Seperti baru-baru ini, Indonesia dihadapi
dengan masalah melambatnya pertumbuhan ekonomi dan menurunnya nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS.
Rilis terbaru yang diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) terkait laju
pertumbuhan ekonomi triwulan III-2013, sudah sesuai perkiraan Bank Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2013 tercatat 5,62% melambat
dibandingkan triwulan II-2013 sebesar 5,83 persen.
Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Peter Jacobs menjelaskan,
perlambatan pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari belum kuatnya investasi akibat
menurunnya pertumbuhan investasi bangunan dan masih lemahnya investasi
non-bangunan.
Bank Indonesia memandang wajar perlambatan ekonomi
nasional. Sebab, ini salah satu risiko kebijakan stabilisasi yang dilakukan
oleh pemerintah dan Bank Indonesia agar ekonomi bisa lebih sehat dan seimbang.
Ekonom BNI Ryan Kiryanto menilai, pemerintah sengaja memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini. Hal tersebut untuk menekan inflasi dan neraca transaksi berjalan agar tidak terperosok lagi mengelami defisit.
"Perlambatan ekonomi ini sesungguhnya direncanakan. Bahasa medisnya, kita memasuki masa detoksifikasi dimana kolesterol jahat seperti inflasi dan defisit transaksi berjalan, kita bereskan," kata Ryan saat diskusi di kantor Kementerian Perekonomian Jakarta, Rabu (25/9/2013).
Sejauh ini detoksifikasi masalah perekonomian Indonesia belum selesai seperti rupiah yang masih tertekan dan indikasi makro ekonomi yang juga mengalami pelemahan. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mengalami pelemahan 0,13 persen menjadi Rp 11.488 per dollar AS dibanding perdagangan kemarin. Sementara secara bulanan mengalami kenaikan 0,7 persen dan secara kalender mengalami pelemahan 16,8.
Melemahnya nilai tukar rupiah disebabkan karena penawaran atasnya tinggi sementara permintaan atasnya rendah. Kenapa demikian? Setidaknya ada dua faktor. Pertama, keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia. Dalam proses ini, investor menukar rupiah dengan mata uang negara lain untuk di investasikan di negara lain sehingga terjadi peningkatan penawaran atas rupiah.
Keluarnya
investor asing dari Indonesia disebabkan karena rencana The Fed (Bank Sentral AS) untuk mengurangi Quantitative Easing (QE). Rencana ini dinyatakan oleh ketua The Fed, Ben Bernanke di depan Kongres
AS pada 22 Mei 2013. Tidak lama setelah itu, mata uang di beberapa negara emerging markets (termasuk Indonesia) anjlok. Yang dimaksud dengan QE disini
adalah program The Fed untuk mencetak uang dan membeli obligasi atau
aset-aset finansial lainnya dari bank-bank di AS. Program ini dilakukan untuk
menyuntik uang ke bank-bank di AS demi pemulihan diri pasca-krisis finansial
tahun 2008. Rencana pengurangan QE menjadikan nilai tukar obligasi dan
aset-aset finansila lain di AS meningkat. Inilah ekspektasi para investor
portofolio yang mengeluarkan modalnya dari negara-negara emerging markets. Mereka melihat bahwa investasi portofolio di AS
lebih menguntungkan daripada di negara-negara emerging markets.
Faktor kedua
yang menyebabkan penawaran tinggi dan permintaan rendah atas rupiah adalah neraca
perdagangan Indonesia yang defisit. Artinya, ekspor lebih kecil daripada impor.defisit
neraca perdagangan Indonesia selama Januari-Juli 2013 adalah -5,65 miliar Dollar
AS. Sektor non-migas sebenarnya mengalami surplus 1,99 miliar Dollar AS. Namun,
surplus di sektor non-migas tidak bisa mengimbangib defisit yang sangat besar
di sektor migas, yakni sebesar -7,64 miliar Dollar AS. Karena selama Januari-Juli
2013, impor Indonesia lebih besar daripada ekspornya, maka situasi ini telah
melemahkan nilai tukar rupiah.
Sumber :
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/09/25/1956105/Ekonomi.Indonesia.Sedang.Detoksifikasi.
http://www.merdeka.com/uang/bi-ekonomi-melambat-agar-lebih-sehat.html
No comments:
Post a Comment