Wednesday, April 4, 2012

TUGAS 1,2 DAN 3


TUGAS PERTAMA

  1. Jelaskan mata pencaharian penduduk berdasarkan Indonesia buatlah dalam bentuk presentase
Jawab  :














Sumber: Keadaan Angkatan Kerja Indonesia 2001 dan 1990. BPS

2.      Jelaskan sumber daya manusia / SDM yang terkait tentang   :
a.       Laju pertumbuhan penduduk       
b.      Penyebaran penduduk                 
c.       Angkatan kerja                             
d.      Sistem pendidikan                       

Jawab
a.       Laju pertumbuhan penduduk           : meningkatkan program keluarga berencana (KB)
  guna mengendalikan laju pertumbuhan penduduk,
  sekaligus meningkatkan keluarga yang memiliki
  sumber daya manusia (SDM) berkualitas.

b.      Penyebaran penduduk                    : Persebaran penduduk di Indonesia tidak merata
  baik persebaran antara pulau, propinsi, kabupaten
  maupun antara perkotaan dan pedesaan,
  persebaran penduduk antara kota dan desa juga
  mengalami ketidakseimbangan.

 
c.       Angkatan kerja                              : tenaga kerja merupakan sumber daya manusia yag
  sangat berharga bagi suatu wilayah karena menjadi
  salah satu faktor positif yang memacu
  pertumbuhan ekonomi suatu kecamatan. Dengan
  jumlah penduduk dan tenaga kerja yang lebih
  besar, maka suatu wilayah memiliki pasar yang
  lebih besar pula apalgi jika ditunjang oleh kualitas
  SDM yang memadai seperti para buruh.

d.      Sistem pendidikan                           : sumber daya manusia (SDM) Indonesia terkait
  dengan sistem pendidikan Indonesia yang
  diarahkan pada tercapainya cita-cita pendidikan
   yang ideal dalam rangka mewujudkan peradaban
   bangsa Indonesia yang bermartabat. Karena itu
   pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan
   yang berakar pada pencapaian tujuan
   pembangunan nasional Indonesia.

TUGAS KEDUA

1.      Terangkan betapa pentingnya investasi dalam proses pembangunan di Indonesia dan upaya-upaya apa yang dapat ditempuh guna membantu memenuhi kebutuhan dana investasi pembangunan di Indonesia

Jawab  :

Investasi dalam proses pembangunan  di Indonesia sangat penting karena melakukan investasi secara langsung pada sector rill yang dilakukan oleh masyarakat bisnis dan industri rumah tangga meningkat tajam baik disektor pertanian, perikanan, pertambangan konstruksi, industri pengolahan, industri berat, jasa keuangan dan perbankan, serta pada sektor-sektor jasa lainnya dan dengan kehadirannya FDI dapat mendorong timbulnya industri pasokan bahan baku local, proses alih teknologi dan manajemen serta manfaat bagi investor lokal. Dengan berkembangnya kolaborasi yang saling menguntungkan dan terjalin antar investor asing dengan kalangan pembisnis lokal. Dengan berkembangnya investasi langsung dapat memberikan manfaat yang positif, seperti lapangan pekerjaan dimana dengan satu persen laju pertumbuhan dalam perekonomian nasional dapat secara langsung memberikan tambahan lapangan kerja antara 700-800 orang bekerja.
Upaya yang dapat ditempuh dengan menarik minat investor asing untuk menanam modalnya di Indonesia , pemerintah terus meningkatkan kegiatan promosi baik melalui pengiriman utusan keluar negri maupun peningkatan kerja sama antara pihak swasta nasional dengan swasta asing, pemerintah harus menjaga kestabilan perekonomian salah satunya dengan menjaga inflasi.

TUGAS 3

Antiklimaks Kebijakan BBM
Kenaikan harga BBM yang rencananya berlaku 1 April 2012, gagal dilaksanakan. Melalui rapat paripurna, DPR memutuskan tambahan Pasal 7 ayat 6a pada UU No 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012. Intinya, pemerintah baru boleh mengubah harga BBM jika harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) mengalami perubahan sebesar 15 persen selama enam bulan. Bagi pemerintah yang sudah bersiap-siap menaikkan harga BBM, keputusan tersebut menjadi sebuah antiklimaks. Bagi partai oposisi dan para demonstran yang menolak pilihan kenaikan BBM, tentu saja juga merupakan antiklimaks. Karena meskipun harga BBM tidak jadi naik dalam waktu dekat, tetapi tetap terbuka kemungkinan sewaktu- waktu harga BBM dinaikkan.
Meskipun pada ranah legislasi masih terbuka kemungkinan untuk mengajukan pembatalan Undang-Undang ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun faktanya RAPBN-P 2012 sudah disetujui. Persoalannya, bagaimana tindak lanjut putusan tersebut? Ada dua pilar pokok yang harus diperhatikan. Pertama, membenahi politik anggaran. Kedua, mengubah arah kebijakan energi. Tanpa menggarap kedua pilar tersebut, dalam jangka menengah dan panjang, kita akan terus-menerus diombang-ambingkan oleh fluktuasi harga minyak di pasar dunia.

Politik Anggaran

Sebenarnya, pemerintah juga berada pada posisi sulit. Karena, asumsi APBN-P 2012 dengan nilai subsidi BBM Rp137 triliun dan subsidi listrik Rp64,9 triliun itu disusun dengan skenario harga BBM naik sebesar Rp1.500. Jika harga BBM tidak bisa dinaikkan dalam waktu dekat, maka pemerintah harus menutup besaran subsidi dari pos lain. Pilihannya, dengan melakukan efisiensi pada Kementrian dan Lembaga (K/L). Meskipun begitu, jangan sampai kebijakan efisiensi anggaran tersebut justru kontraproduktif terhadap perekonomian. Karena fungsi belanja pemerintah sejatinya untuk menstimulus perekonomian.

Sehingga, jika pemotongan anggaran dilakukan, kemampuan K/L untuk memompa perekonomian menjadi terbatas. Sebaiknya pemerintah melakukan kajian terhadap kinerja K/L, dan menentukan tolok ukur keberhasilan penggunaan anggaran. Semakin buruk K/L dalam penyerapan anggaran, semakin besar potongan yang dilakukan.

Dengan begitu, efisiensi dilakukan dengan berbasis pada kinerja K/L. Selain itu, pemerintah juga bisa menggunakan Sisa Anggaran Lebih (SAL) 2010 sebesar Rp51 triliun. Atau hasil dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp25 triliun.

Secara umum, paling tidak ada dua beban besar pemerintah terhadap APBN-P 2012. Pertama, anggaran harus menjadi instrumen untuk menjaga momentum pertumbuhan yang disepakati sebesar 6,5 persen pada tahun ini. Jika pemerintah gagal memformulasikan kebijakan fiskal yang handal, maka tidak menutup kemungkinan asumsi pertumbuhan ekonomi dalam APBN-P 2012 tidak bisa dicapai. Dan itu akan menjadi catatan tersendiri bagi pertanggungjawaban presiden terhadap DPR.

Harus diakui, tantangan global masih belum boleh diremehkan. Meskipun perekonomian Amerika Serikat (AS) sudah mulai stabil, tetapi masih jauh dari posisi aman. Perekonomian AS memang tidak lagi muram (gloom), tetapi juga belum ceria betul (boom). Atau istilahnya, less gloom but no boom.

Begitu pun kawasan Uni-Eropa. Meskipun mereka hampir mencapai kesepakatan untuk mengumpulkan dana talangan hingga mencapai 1 triliun euro, tetapi berbagai kemungkinan buruk masih tetap bisa terjadi. Tantangan fiskal kedua, terkait besaran defisit.

Sebagaimana diatur UU, defisit anggaran tidak boleh melewati tiga persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Sebenarnya, prinsip ini mengikuti ketentuan yang diadopsi oleh negara-negara Uni-Eropa, atau yang dikenal sebagai Traktat Maastricht. Sekarang ini, posisi defisit anggaran pusat sebesar 2,23 persen. Jika dikonsolidasikan dengan defisit pemerintah daerah (APBD), maka besaran defisit kurang lebih 2,8 persen. Artinya, sulit menutup anggaran dengan penerbitan utang baru.

Politik Energi

Kapan pemerintah berhak menaikkan harga BBM? Dengan penambahan pasal 7 ayat 6a tersebut, pemerintah baru bisa menaikkan harga BBM jika harga rata-rata ICP sudah mencapai USD120,75 per barel.

Dengan asumsi harga minyak ICP sebesar USD105, maka rumusnya 105 + (105x15 persen) = USD120,75. Jika dihitung mulai Oktober 2011 hingga akhir Maret 2012, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) sudah berada pada harga USD116 per barel.

Sebenarnya, skenario awal versi pemerintah yang mengusulkan kenaikan harga BBM sebesar Rp1.500 per liter (atau 33,3 persen) bukanlah sesuatu yang baru. Kita pernah mengalami beberapa kali kebijakan menaikkan harga BBM.Pada Mei 2008 pemerintah juga melakukan kebijakan menaikkan harga BBM sebesar 31 persen.

Bahkan pada 2005, kenaikan dilakukan dua kali, Maret dan Oktober. Sehingga, besaran kenaikannya sepanjang tahun mencapai tiga kali lipat atau sebesar 96,1 persen. Dampak inflasi yang ditimbulkannya pun sebenarnya tidak terlalu berat untuk tahun ini.

Menurut hitungan BPS, kenaikan harga BBM Rp1.500 per liter, dampak langsungnya pada inflasi sebesar 0,9 persen. Dan jika ditambah dengan dampak langsungnya (second round effect) sebesar dua kali dampak langsung, maka dampak inflasi tak langsungnya sebesar 1,8 persen.

Sehingga, total dampaknya mencapai 2,7 persen. Setelah dijumlahkan dengan asumsi inflasi pemerintah tahun ini sebesar 5,3 persen, maka didapat perkiraan inflasi sebesar tujuh persen.
 Versi Bank Indonesia (BI) hampir sama, yaitu jika kenaikan sebesar Rp1.000, inflasi tahun ini akan menjadi sekira 6,8 persen sementara jika kenaikannya Rp1.500, inflasi akan menjadi 7,1 persen.

Jika dibanding dengan periode yang lalu, secara ekonomi, kenaikan kali ini lebih baik. Artinya, dampak makroekonominya cenderung terjaga (manageable). Mengingat kondisi makro kita juga sedang dalam posisi bagus. Di tengah tarik-menarik soal harga BBM, nampaknya tidak akan mempengaruhi penilaian lembaga pemeringkat terhadap prospek perekonomian Indonesia. Standard & Poor’s (S&P) diproyeksikan akan memberikan predikat investment grade kepada kita, dalam beberapa bulan ke depan.


Sebagaimana diketahui, dua lembaga pemeringkat lainnya, yaitu Fitch Ratings dan Moody’s Investors Service, sudah memberikan predikat level investasi pada akhir tahun lalu dan awal tahun ini. Jika ketiga lembaga pemeringkat paling besar dunia sudah memberikan predikat tersebut, niscaya modal asing akan semakin deras masuk ke Indonesia, sehingga bunga pinjaman surat utang bisa semakin turun. Dengan demikian, semakin tersedia alternatif pendanaan pembangunan. Momentum tersebut harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemerintah. Salah satunya, untuk mengembangkan politik energi yang baik. Selama ini kita terlalu bertumpu pada energi fosil.
Sementara, potensi sumber daya alternatif terbuka sangat lebar, karena Indonesia kaya akan akan sumber daya air, angin dan cahaya matahari. Energi panas bumi (geotermal), merupakan salah satu alternatif yang paling mungkin dikembangkan, mengingat potensi panas bumi Indonesia diperkirakan sebesar 28 riub megawatt, sekira 40 persen dari potensi dunia. Nilai tersebut sama dengan 1,1 juta barel minyak per hari.
Jika energi panas bumi dikembangkan, paling tidak bisa untuk menghidupi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di daerah Jawa-Bali dan Sumatra. Sehingga, tak menggantungkan pada sumber daya solar dan batu bara.Saat ini, kapasitas terpasang PLTP baru sebesar 1.214 MW. Sudah saatnya pemerintah mengembangkan strategi "bauran energi", yang bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan sumber daya energi, sekaligus menurunkan ketergantungan pada BBM.
http://economy.okezone.com/read/2012/04/03/279/604643/antiklimaks-kebijakan-bbm
 


TERJADINYA KRISIS MONETER

BAB I
PENDAHULUAN

          Moneter adalah instrument yang digunakan pemerintah untuk mengatur jumlah mata uang yang beredar dan menentukan suku bunga yang berlaku.

             Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang berdampak buruk pada Negara dan rakyatnya. Krisis ini terjadi dari awal 1998. Sejak era orde baru mulai terlihat kondisi Indonesia terus mengalami kemerosotan, terutama dalam bidang ekonomi. Tingginya krisis ekonomi ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas infalsi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi.

          Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di Negara Indonesia. Pada tahun 1998, presiden Soeharto memecat Gubernur Bank Indonesia,tapi ini tidak cukup berjalan baik. Soehartopun dipaksa mundur sebagai presiden Indonesia pada pertengahan 1998 setelah sebelumnya terjadi kerusuhan. Inilah Puncak terjadinya Krisis Moneter di Indonesia. Mundurnya Soeharto diperkirakan dapat meredakan krisis moneter, akan tetapi juga tidak dapat berhasil. Rupiah tetap Rp. 11.000/Dollar. Kecenderungan melemahnya rupiah semakin menjadi ketika terjadi penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 dan aksi penjarahan pada tanggal 14 Mei 1998. kurs Rupiah terjun bebas mencapai Rp. 17.000/Dollar AS paling rendah dalam sejarah.



BAB II
PEMBAHASAN

          KRISIS moneter Indonesia berawal dari kebijakan Pemerintah Thailand di bulan Juli 1997 untuk mengembangkan mata uang Thailand Bath terhadap Dollar US. Selama itu mata uang Bath dan Dollar US dikaitkan satu sama lain dengan suatu kurs yang tetap. Devaluasi mendadak dari Bath ini menimbulkan tekanan terhadap mata-mata uang Negara ASEAN dan menjalarlah tekanan devaluasi di wilayah ini.

          Sementara ini telah berlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh berbagai musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang panjang dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang melanda banyak.

          Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20 milyar dolar, dan sektor bank yang baik.

(Gambar 1)

          Krisis yang melanda bangsa Indonesia, menjadi awal terpuruknya sebuah negara dengan kekayaan alam yang melimpah ini. Dari awal 1998, sejak era orde baru mulai terlihat kebusukannya Indonesia terus mengalami kemerosotan, terutama dalam bidang ekonomi. Nilai tukar semakin melemah, inflasi tak terkendali, juga pertumbuhan ekonomi yang kurang berkembang di negara ini.

          Indonesia, yang mengikuti sistim mengambang terkendali, pada awalnya bertahan dengan memperluas band pengendalian/intervensi, namun di medio bulan Agustus 1997 itu terpaksa melepaskan pengendalian/intervensi melalui sistim band tersebut. Rupiah langsung terdevaluasi. Dalam bulan September/Oktober 1997, Rupiah telah terdevaluasi dengan 30% sejak bulan Juli 1997. Dan di bulan Juli 1998 dalam setahun, Rupiah sudah terdevaluasi dengan 90%, diikuti oleh kemerosotan IHSG di pasar modal Jakarta dengan besaran sekitar 90% pula dalam periode yang sama. Dalam perkembangan selanjutnya dan selama ini, ternyata Indonesia paling dalam dan paling lama mengalami depresi ekonomi. Di tahun 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot menjadi 13,7% dari pertumbuhan sebesar +4,9% di tahun sebelumnya (1997). Atau jatuh dengan 18,6% dalam setahun.

          Pada Juli, Thailand megambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran floating-bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket bantuan 23 milyar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan September. Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di negara ini. Pada Februari 1998, Presiden Suharto memecat Gubernur Bank Indonesiaa, tapi ini tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J. Habibie menjadi presidenSampai 1996, Asia menarik hampir setengah dari aliran modal negara berkembang. Tetapi, Thailand, Indonesia dan Korea Selatan memiliki “current account deficit” dan perawatan kecepatan pertukaran pegged menyemangati peminjaman luar dan menyebabkan ke keterbukaan yang berlebihan dari resiko pertukaran valuta asing dalam sektor finansial dan perusahaan.

           Pelaku ekonomi telah memikirkan akibat Daratan Tiongkok pada ekonomi nyata sebagai faktor penyumbang krisis. RRT telah memulai kompetisi secara efektif dengan eksportir Asia lainnya terutaman pada 1990-an setelah penerapan reform orientas-eksport. Yang paling penting, mata uang Thailand dan Indonesia adalah berhubungan erat dengan dollar, yang naik nilainya pada 1990-an. Importir Barat mencari pemroduksi yang lebih murah dan menemukannya di Tiongkok yang biayanya rendah dibanding dollar.

            Krisis Asia dimulai pada pertengahan 1997 dan mempengaruhi mata uang, pasar bursa dan harga aset beberapa ekonomi Asia Tenggara. Dimulai dari kejadian di Amerika Selatan, investor Barat kehilangan kepercayaan dalam keamanan di Asia Timur dan memulai menarik uangnya.

          Banyak pelaku ekonomi, termasuk Joseph Stiglitz dan Jeffrey Sachs, telah meremehkan peran ekonomi nyata dalam krisis dibanding dengan pasar finansial yang diakibatkan kecepatan krisis. Kecepatan krisis ini telah membuat Sachs dan lainnya untuk membandingkan dengan pelarian bank klasik yang disebabkan oleh shock resiko yang tiba-tiba. Sach menunjuk ke kebijakan keuangan dan fiskal yang ketat yang diterapkan oleh pemerintah pada saat krisis dimulai, sedangkan Frederic Mishkin menunjuk ke peranan informasi asimetrik dalam pasar finansial yang menuju ke “mental herd” diantara investor yang memperbesar resiko yang relatif kecil dalam ekonomi nyata. Krisis ini telah menimbulkan keinginan dari pelaksana ekonomi perilaku tertarik di psikologi pasar.

            Sebagai konsekuensi dari krisis moneter ini, Bank Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dollar AS, dan membiarkannya berfluktuasi secara bebas (free floating) menggantikan sistim managed floating yang dianut pemerintah sejak devaluasi Oktober 1978. Dengan demikian Bank Indonesia tidak lagi melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menopang nilai tukar rupiah, sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar semata. Nilai tukar rupiah kemudian merosot dengan cepat dan tajam dari rata-rata Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp 13.513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat kembali menjadi sekitar Rp 8.000 awal Mei 1999.

          Tetapi yang utama karena utang swasta luar negeri yang telah mencapai jumlah yang besar. Yang jebol bukanlah sektor rupiah dalam negeri, melainkan sektor luar negeri, khususnya nilai tukar dollar AS yang mengalami overshooting yang sangat jauh dari nilai nyatanya. Krisis yang berkepanjangan ini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat dari serbuan yang mendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar AS (spekulasi) dan jatuh temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar. Seandainya tidak ada serbuan terhadap dollar AS ini, meskipun terdapat banyak distorsi pada tingkat ekonomi mikro, ekonomi Indonesia tidak akan mengalami krisis. Krisis ini diperparah lagi dengan akumulasi dari berbagai faktor penyebab lainnya yang datangnya saling bersusulan.

          Penyebab utama dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam, meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor lainnya yang berbeda menurut sisi pandang masing-masing pengamat.

Berikut ini diberikan rangkuman dari berbagai faktor tersebut menurut urutan kejadiannya:

1. Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai, memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebas berapapun jumlahnya.

2. Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lama makin kalah bersaing dengan produk impor.

3. Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek dan menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya ditambah sistim perbankan nasional yang lemah.

Ada tiga pihak yang bersalah di sini, pemerintah, kreditur dan debitur. Kesalahan pemerintah adalah, karena telah memberi signal yang salah kepada pelaku ekonomi dengan membuat nilai rupiah terus-menerus overvalued dan suku bunga rupiah yang tinggi, sehingga pinjaman dalam rupiah menjadi relatif mahal dan pinjaman dalam mata uang asing menjadi relatif murah. Sebaliknya, tingkat bunga di dalam negeri dibiarkan tinggi untuk menahan pelarian dana ke luar negeri dan agar masyarakat mau mendepositokan dananya dalam rupiah. Selain itu pemerintah sama sekali tidak melakukan pengawasan terhadap utang-utang swasta luar negeri ini, kecuali yang berkaitan dengan proyek pemerintah dengan dibentuknya tim PKLN. Pihak kreditur luar negeri juga ikut bersalah, karena kurang hati-hati dalam memberi pinjaman dan salah mengantisipasi keadaan. Jadi sudah sewajarnya, jika kreditur luar negeri juga ikut menanggung sebagian dari kerugian yang diderita oleh debitur.

4. Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing (bandingkan juga Ehrke: 2-3) yang dikenal sebagai hedge funds tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas cadangan devisa yang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena praktek margin trading, yang memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah besar. Dewasa ini mata uang sendiri sudah menjadi komoditi perdagangan, lepas dari sektor riil.

5. Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar dengan pita batas intervensi. Sistim ini menyebabkan apresiasi nyata dari nilai tukar rupiah dan mengundang tindakan spekulasi ketika sistim batas intervensi ini dihapus pada tanggal 14 Agustus 1997.

6. Defisit neraca berjalan yang semakin membesar (IMF Research Department Staff: 10; IDE), yang disebabkan karena laju peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya pembayaran bunga pinjaman. Sebab utama adalah nilai tukar rupiah yang sangat overvalued, yang membuat harga barang-barang impor menjadi relatif murah dibandingkan dengan produk dalam negeri.

7. Penanam modal asing portfolio yang pada awalnya membeli saham besar-besaran dimingimingi keuntungan yang besar yang ditunjang oleh perkembangan moneter yang relatif stabil kemudian mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar.

8. IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan yang dijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir kesepakatan dengan baik. Negara-negara sahabat yang menjanjikan akan membantu Indonesia juga menunda mengucurkan bantuannya menunggu signal dari IMF, padahal keadaan perekonomian Indonesia makin lama makin tambah terpuruk.

9. Spekulan domestik ikut bermain. Para spekulan inipun tidak semata-mata menggunakan dananya sendiri, tetapi juga meminjam dana dari sistim perbankan untuk bermain.

10. Terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan masyarakat luas menyerbu membeli dollar AS agar nilai kekayaan tidak merosot dan malah bisa menarik keuntungan dari merosotnya nilai tukar rupiah.

          Di lain pihak harus diakui bahwa sektor riil sudah lama menunggu pembenahan yang mendasar, namun kelemahan ini meskipun telah terakumulasi selama bertahun-tahun masih bisa ditampung oleh masyarakat dan tidak cukup kuat untuk menjungkir-balikkan perekonomian Indonesia seperti sekarang ini. Memang terjadi dislokasi sumber-sumber ekonomi dan kegiatan mengejar rente ekonomi oleh perorangan/kelompok tertentu yang menguntungkan mereka ini dan merugikan rakyat banyak dan perusahaan-perusahaan yang efisien. Subsidi pangan oleh BULOG, monopoli di berbagai bidang, penyaluran dana yang besar untuk proyek IPTN dan mobil nasional. Timbulnya krisis berkaitan dengan jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS secara tajam, yakni sektor ekonomi luar negeri, dan kurang dipengaruhi oleh sektor riil dalam negeri, meskipun kelemahan sektor riil dalam negeri mempunyai pengaruh terhadap melemahnya nilai tukar rupiah. Membenahi sektor riil saja, tidak memecahkan permasalahan.

          Krisis pecah karena terdapat ketidak seimbangan antara kebutuhan akan valas dalam jangka pendek dengan jumlah devisa yang tersedia, yang menyebabkan nilai dollar AS melambung dan tidak terbendung. Sebab itu tindakan yang harus segera didahulukan untuk mengatasi krisis ekonomi ini adalah pemecahan masalah utang swasta luar negeri, membenahi kinerja perbankan nasional, mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap kemampuan ekonomi Indonesia, menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang nyata, dan tidak kalah penting adalah mengembalikan stabilitas sosial dan politik.


DAMPAK KRISIS MONETER

          Berbagai dampak Krisis Moneter timbul di Indonesia. Krisis Moneter membawa dampak yang kurang baik bagi Indonesia, ini disebabkan karena kurs nilai tukar valas, khususnya dollar AS, yang melambung tinggi jika dihadapkan dengan pendapatan masyarakat dalam rupiah tetap. Dampak yang terlihat seperti : Banyak perusahaan yang terpaksa mem-PHK pekerjanya dengan alasan tidak dapat membayar upah para pekerjanya. Sehingga menambah angka pengangguran di Indonesia. Pemerintah kesulitan menutup APBN. Harga barang yang naik cukup tinggi, yang mengakibatkan masyrakat kesulitan mendapat barang-barang kebutuhan pokoknya. Utang luar negeri dalam rupiah melonjak. Harga BBM naik.

          Kemiskinan juga termasuk dampak krisis moneter. Pada oktober 1998 jumlah keluarga miskin di perkirakan sekitar 7.5 juta. Meningkatnya jumlah penduduk yang miskin tidak terlepas dari jatuhnya nilai mata uang rupiah yang tajam, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara penghasilan yang berkurang akibat PHK atau naik sedikit dengan pengeluaran yang meningkat tajam karena tingkat inflasi yang tinggi.

          Disaat krisis itu terjadi banyak pejabat yang melakukan korupsi. Sehingga mengurangi pendapatan para pekerja yang lain. Banyak perusahaan yang meminjam uang pada perusahaan Negara asing dengan tingkat bunga yang lumayan tinggi, hal itu menambah beban utang Negara. Pada sisi lain merosotnya nilai tukar rupiah juga membawa hikmah. Secara umum impor barang menurun tajam. Sebaliknya arus masuk turis asing akan lebih besar, daya saing produk dalam negeri dengan tingkat kandungan impor rendah meningkat sehingga bisa menahan impor dan merangsang ekspor khususnya yang berbasis pertanian. Dampak dari krisis moneter lebih banyak yang negative dibandingkan dampak positifnya. Itu di karenakan krisis ini mengganggu kesejahteraan masyarakat.



BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN

          Krisis ekonomi yang di alami Indonesia telah berlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20 milyar dolar, dan sektor bank yang baik.

          Krisis yang melanda bangsa Indonesia, menjadi awal terpuruknya sebuah negara dengan kekayaan alam yang melimpah ini. Dari awal 1998, sejak era orde baru mulai terlihat kebusukannya Indonesia terus mengalami kemerosotan, terutama dalam bidang ekonomi. Nilai tukar semakin melemah, inflasi tak terkendali, juga pertumbuhan ekonomi yang kurang berkembang di negara ini. Penyebab utama dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam, meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor lainnya yang berbeda menurut sisi pandang masing-masing pengamat.

          Berbagai dampak Krisis Moneter timbul di Indonesia. Krisis Moneter membawa dampak yang kurang baik bagi Indonesia diantaranya adalah Banyak perusahaan yang terpaksa mem-PHK pekerjanya dengan alasan tidak dapat membayar upah para pekerjanya. Sehingga menambah angka pengangguran di Indonesia. Pemerintah kesulitan menutup APBN. Harga barang yang naik cukup tinggi, yang mengakibatkan masyrakat kesulitan mendapat barang-barang kebutuhan pokoknya. Utang luar negeri dalam rupiah melonjak. Harga BBM naik. Maka dari itu dibutuhkan kemampuan Pemerintah untuk mengatur perekonomian Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA :

http://id.wikipedia.org/wiki/Krisis_finansial_Asia_1997
http://nithaa27.blogspot.com/2011/04/krisis-moneter-di-indonesia.html