( Diajukan untuk tugas softskill Bahasa Indonesia 2 (model deduktif) )
Pelemahan nilai tukar rupiah dan tingginya inflasi menjadi sinyal memburuknya kondisi makro ekonomi yang harus dicermati. Memburuknya kondisi makro ekonomi bisa menimbulkan tekanan ekonomi dan konsekuensinya target pertumbuhan ekonomi bisa tergelincir.
Nilai tukar rupiah sudah melemah sejak bulan mei 2013 lalu, dan sekarang sudah mencapai Rp 11.500 per USD. Sementara inflasi diperkirakan akan naik melebihi ekspektasi yang dipatok dalam APBNP 2013. Dalam APBNP 2013, proposal kenaikan harga BBM diperkirakan akan mengerek kenaikan inflasi menjadi 7,2% dari target semula 4%. Namun tahun ini, Bank Dunia memproyeksikan inflasi tahuan akan mencapai diatas 9%, IMF memproyeksikan mencapai 9,5% dan Bank Indonesia memperkirakan bisa menembus 7,69%.
Inflasi yang tetap tinggi ini menyebabkan suku bunga rendah sudah tidak relevan lagi dan dipastikan akan mengurangi permintaan kredit investasi. Target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3% juga bisa tergelincir.
Bank Dunia, IMF dan Bank Indonesia juga sudah mengkoreksi target pertumbuhan ekonomi tahun 2013 dibawah 6%. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2013 sebesar 5,9% dari sebelumnya 6,2%. IMF juga menurunkan target pertumbuhan ekonomi tahun 2013 menjadi sekitar 5,25% dari sebelumnya 6,3%. Bank Indonesia juga menurunkan proyeksinya dari sebesar 5,9 – 6,3% menjadi 5,8 – 6,2%.
Bagaimana dengan defisit transaksi berjalan? IMF memproyeksikan defisit transaksi berjalan sebesar 3,5% dari PDB. Pada kuartal II 2013, defisit neraca pembayaran Indonesia mencapai 4,4% dari PDB, naik signifikan dari kuartal I sebesar 2,6% dari PDB.
Sementara cadangan devisa juga terus menurun. Per akhir Agustus 2013 cadangan devisa Indonesia diperkirakan sekitar USD 92,9 miliar atau mencapai Rp 920 triliun. Cadangan ini tercatat cukup rendah dibanding negara-negara lain seperti India, Thailand, dan Malaysia. Cadangan devisa kerap dikaitkan dengan stabilitas nilai tukar dan kekuatan pembayaran utang luar negeri. Dengan adanya pelemahan rupiah, maka akan memperberat pembayaran bunga utang obligasi negara. Pelemahan nilai tukar rupiah ini juga memicu investor asing keluar dari pasar obligasi domestik.
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir akan memberikan tekanan pada anggaran negara sehingga defisit akan semakin bertambah. Fenomena global ini terjadi diseluruh negara berkembang dan hampir seluruh mata uang mengalami pelemahan terhadap dolar AS.
Penyumbang defisit saat ini didominasi oleh tingginya impor migas. Selain itu, defisit juga disumbang oleh tingginya impor produk gedget, mobil mewah dan barang branded.
Kini pemerintah mencari cara untuk mengatasi semua permasalahan diatas. Cara untuk mengatasi masalah tersebut bisa dilakukan denganmengurangi impor, menaikkan pajak untuk barang mewah, meningkatkan ekspor serta mengurangi kebergantungan sektor jasa kita kepada luar negeri. Selain itu pemerintah perlumemfasilitasi pengembangan pasar alternatif terhadap komoditas ekspor yang saat ini tertekan akibat krisis global. Pemerintah juga perlu menjamin kelancaran transportasi dan logistik, baik bagi arus barang di dalam negeri maupun ekspor.
Stabilitas Makro Ekonomi dan Perlambatan Ekonomi
( Diajukan untuk tugas softskill Bahasa Indonesia 2 (model induktif) )
Dipasaran
Indonesia saat ini sangat di dominasi oleh barang barang impor seperti impor
migas, besi, baja, produk gedget, mobil mewah dan barang-barang branded. Barang-barang
impor ini merupakan penyumbang defisit terbersar bagi perekonomian Indonesia.
IMF
memproyeksikan saat ini defisit transaksi berjalan sebesar 3,5% dari PDB. Pada
kuartal II 2013, defisit neraca pembayaran Indonesia mencapai 4,4% dari PDB,
naik signifikan dari kuartal I sebesar 2,6% dari PDB. Akibat dari defisitnya
transaksi berjalan ini akan menngakibatkan melemahnya nilai tukar rupiah.
Nilai
tukar rupiah sudah melemah sejak bulan Mei 2013 lalu, dan sekarang sudah
mencapai Rp 11.500 per USD. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang
terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini akan memberikan tekanan pada anggaran
negara sehingga defisit akan semakin bertambah. Selanjutnya hal ini akan disusul
dengan terjadinya kenaikan harga atau inflasi.
Dalam
APBNP 2013, proposal kenaikan harga BBM diperkirakan akan mengerek kenaikan
inflasi menjadi 7,2% dari target semula 4%. Namun tahun ini, Bank Dunia
memproyeksikan inflasi tahunan akan mencapai diatas 9%, IMF memproyeksikan
mencapai 9,5% dan Bank Indonesia memperkirakan bisa menembus 7,69%.
Inflasi
yang tetap tinggi ini menyebabkan suku bunga rendah sudah tidak relevan lagi
dan dipastikan akan mengurangi permintaan kredit investasi. Target pertumbuhan
ekonomi sebesar 6,3% juga bisa tergelincir.
Bank
Dunia, IMF dan Bank Indonesia juga sudah mengkoreksi target pertumbuhan ekonomi
tahun 2013 dibawah 6%. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2013
sebesar 5,9% dari sebelumnya 6,2%. IMF juga menurunkan target pertumbuhan
ekonomi tahun 2013 menjadi sekitar 5,25% dari sebelumnya 6,3%. Bank Indonesia
juga menurunkan proyeksinya dari sebesar 5,9 – 6,3% menjadi 5,8 – 6,2%.
Sementara
cadangan devisa juga terus menurun. Per akhir Agustus 2013 cadangan devisa
Indonesia diperkirakan sekitar USD 92,9 miliar atau mencapai Rp 920 triliun.
Cadangan ini tercatat cukup rendah dibanding negara-negara lain seperti India,
Thailand, dan Malaysia. Cadangan devisa kerap dikaitkan dengan stabilitas nilai
tukar dan kekuatan pembayaran utang luar negeri. Dengan adanya pelemahan
rupiah, maka akan memperberat pembayaran bunga utang obligasi negara. Pelemahan
nilai tukar rupiah ini juga memicu investor asing keluar dari pasar obligasi
domestik.
Hal
tersebut diatas merupakan sinyal memburuknya kondisi makro ekonomi di Indonesia
karena melemahnya nilai tukar rupiah dan tingginya inflasi sehingga menimbulkan
tekanan ekonomi dan target pertumbuhan ekonomi bisa tergelincir atau tidak
tercapai.
Sumber : Okezone.com
No comments:
Post a Comment